Oleh: Ust. Mardi Chandra
Pertemuan I
PENGERTIAN DAN SEJARAH HUKUM WARIS
I.
Pengertian
A.
Menurut
Hukum Islam
Dalam hukum Islam (fiqh), hukum waris
dikenal juga dengan istilah hukum fara’id,
jamak dari fariidah yang berarti
bagian-bagian tertentu.
B.
Menurut
Idris Ramulyo
Hukum kewarisan adalah, himpunan
aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi
harta peninggalan dari si meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris,
berapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna.
C.
Menurut
Wirjono Projodikuro (BW)
Hukum waris adalah, hukum atau
peraturan-peraturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah pelbagai
hak-hak dan kewajiban tentang hukumnya seseorang pada waktu ia meninggal dunia
akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
D.
Menurut
Kompilasi Hukum Islam
Hukum kewarisan adalah, hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian
masing-masing.
Beberapa pengertian lainnya:
-
Pewaris
yaitu, orang yang meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan;
-
Ahli
waris yaitu, orang yang mempunyai hubungan perkawinan atau darah dengan pewaris
II.
Sejarah
A.
Sebab
mewarisi di zaman jahiliah:
1.
Pertalian kerabat
2.
Janji setia
3.
Tabanni
B.
Sebab
mewarisi di zaman permulaan Islam:
1.
Tabanni
2.
Hijrah
3.
Persaudaraan
Muhajirin dan Anshar.
Pertemuan II
KEDUDUKAN HUKUM WARIS
A.
Dasar
Hukum Kewarisan
I.
Hukum Kewarisan
Islam
1.
al-Qur’an
Surat an-Nisa’ ayat 14
Artinya: “Barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasulnya, dan merubah ketentua-ketentuannya (Allah dan Rasul), niscaya
pastilah kami masukkan mereka ke dalam neraka, mereka kekakl di dalamnya, dan
bagi mereka azab yang pedih.”
2.
Hadits
Rasulullah SAW.
Artinya: “Bagilah harta warisan itu
kepada ahli waris, sesuai dengan hukum Allah.”
Kedududukan ilmu waris sama dengan
kedudukan mempelajari al-Qur’an. Hadits rasulullah SAW. sebagai berikut:
Artinya: “Pelajarilah al-Qur’an dan
ajarkan kepada manusia, dan pelajari pula ilmu waris dan ajrkan kepada manusia.
II.
Hukum Kewarisan
Perdata
1.
Pasal
528 KUH Perdata (BW)
Dalam pasal ini, hak waris di-identikan
dengan dengan hak kebendaan.
2.
Pasal
584 KUH Perdata (BW)
Dalam pasal ini diatur menyangkut hak
waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya
ditempatkan dalam buku II KUH Perdata (tentang benda).
Penempatan hukum kewarisan dalam buku II
KUH Perdata ini menimbulkan pro dan kontra, karena hukum kewarisan tidak hanya
tampak sebagai hukum benda saja, tetapi tersangkut aspek hukum lain, seperti
hukum perorangan dan kekeluargaan.
Pertemuan III
ASAS-ASAS HUKUM WARIS
A.
Asas-asas Hukum
Kewarisan Islam
1.
Asas Ijbari
Kata ijbari secara etimologi, mengandung
arti paksaan (compulsory) yaitu,
melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri.
Kata ijbari dalam terminologi ilmu kalau
mengandung arti paksaan, dengan arti semua perbuatan seorang hamba bukanlah
atas kehendaknya sendiri, tetapi atas sebab kehendak atau kekuasaan Allah.
Dengan demikian, peralihan harta
seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya menurut kehendak Allah, tanpa bergantung kepada kehendak pewaris
maupun ahli waris.
Unsur ijbari tersebut berlaku terhadap
segi peralihan harta, segi jumlah pembagian, dan segi kepada siapa harta itu
beralih.
2.
Asas Bilateral
Asas ini berarti, bahwa seseorang
menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat, baik garis keturunan laki-laki
maupun garis keturunan perempuan (ouder-rechtterlijke).
Asas ini secara nyata dapat dilihat dalam surat an-Nisa’ ayat 7, yang artinya:
“Bahwa seorang
laki-laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak
ibunya. Begitu pula seorang perempuan mendapat warisan dari kedua pihak orang
tuanya”
3.
Asas Individual
Artinya, harta peninggalan dibagi secara
pribadi langsung kepada masing-masing. Jadi bukan asas kolektif seperti dianut
dalam sistem hukum adat Minangkabau.
Asas ini didasarkan pada ketentuan bahwa
setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan
menjalankan kewajiban, yang dalam istilah usul
al-fiqh disebut ahliyatul wujub.
4.
Asas Keadilan Berimbang
Semua bentuk hubungan keperdataan
berasas adil dan seimbang dalam hak dan kewajiban, untung dan rugi (resiko).
Dengan asas ini, baik laki-laki maupun
perempuan sama-sama berhak tampil sebagai ahli waris, kemudian kadar yang
diterima berimbang dengan perbedaan tanggungjawab seseorang.
5.
Asas Kewarisan Hanya Akibat Kematian
Peralihan harta peninggalan seseorang berlaku
setelah meninggalnya yang punya harta.
B.
Asas-asas Hukum
Kewarisan Perdata
1.
Asas Hak dan Kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang
Hanyalah hak dan kewajiban dalam
lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan.
2.
Asas Kematian
Pewarisan hanya karena kematian (Pasal
830 KUH Perdata)
3.
Asas Individual
Pasal 832 jo. Pasal 852 yang menentukan,
bahwa yang berhak menerima warisan adalah suami atau isteri yang hidup terlama,
anak beserta keturunannya.
4.
Asas Bilateral
Pasal 850, 853, dan 856 BW yang mengatur
bila anak dan keturunannya serta suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada
lagi maka harta peninggalan diwarisi
oleh ibu dan bapak serta saudara baik laki-laki maupun saudara perempuan.
5.
Asas Penderajatan
Artinya, ahli waris yang derajatnya
dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.
Pertemuan IV
SEBAB-SEBAB MEWARISI
A.
Sebab timbulnya
Kewarisan
1.
Ada Pewaris
Masalah kewarisan baru muncul sebagai
syarat mutlak (condition sine quo non)
apabila ada muwarits (pewaris), yitu seseorang yang telah meninggal dunia yang
memiliki harta peninggalan.
2.
Ada Kematian
Kewarisan hanya berlangsung karena
kematian, baik mati hakiki (kematian sejati), mati hukmi (kematian secara
hukum), maupun mati taqdiri (kematian yang dipaksakan) contohnya kematian bayi
akibat kekerasan kepada ibunya, seperti pemukulan pada perutnya atau ibunya
dipaksa minum racun.
3.
Ada Tirkah
(budel)
Harta yang ditinggalkan oleh pewaris
dapat berupa hak-hak kebendaan berwujud, maupun tidak berwujud, atau
kewajiban-kewajiban yang harus dibayar sepanjang harta bendanya cukup untuk
membayar utang tersebut.
4.
Ada Ahli Waris
Yaitu orang yang akan menerima tirkah
dari pewaris.
B.
Sebab Mendapat
Warisan
1.
Sebab Nasabiyah
Ahli waris karena nasabiyah adalah
berdasarkan hubungan darah atau keturunan, seperti, anak, ayah, ibu, saudara
dan lain-lain. Dalam hal ini, tidak ada alasannya anak angkat mendapat warisan
warisan dari sudut pandang nasabiyah.
2.
Sebab Musaharah
Sebab musaharah adalah karena
perkawinan, yaitu suami atau isteri dalam perkawinan yang sah yang masih utuh
atau dianggap utuh (misalnya dalam iddah talak raj’i).
3.
Sebab Wala’
Sebab wala’ yaitu, sebab yang terjadi
karena memerdekakan budak. Seseorang yang telah membebaskan budak, berhak
terhadap harta peninggalan budak itu. Dan sebaliknya begitu juga, akan tetapi sepanjang
tidak ada ahli waris yang lain.